Terjadi di Batam, Pembangunan Perumahan Terhambat Akibat Ulah Sekelompok Oknum
Jalan jalan menuju proyek pembangunan perumahan diblokir/dipagar kelompok oknum yang mengklaim pemilik lahan/Ist.
BATAM, BUANATODAY.COM – Pengembang PT.Central Group bekerjasama dengan PT.MGL (Menteng Griya Lestari) yang memiliki lahan seluas 12 hektar di Sungai Gorong Kelurahan Belian Kecamatan Batam Kota yang seyogianya akan membangun ratusan unit rumah di Central Hills mengeluh karena pembangunannya terkendala.
Terkendalanya pembangunan perumahan ini akibat ulah sekelompok oknum yang mengaku-ngaku sebagai pemilik lahan yang akan dibangun PT.Central Group dan PT.MGL itu. Padahal, PT.MGL telah mempunyai legalitas yang sah sebagai pemilik lahan, yakni memiliki sertifikat dari Badan Pertanahan Nasional (BPN) setelah membayar lunas UWTO.
Sebagaimana diketahui, lahan seluas 12 hektar itu telah dimatangkan sejak 2018 dan 2019 dari total luas 23 hektar. Bahkan pembangunan perumahan telah dilaunching mulai Tahun 2021 yang dihadiri unsur pimpinan Batam, yakni Wakil Walikota Batam Amsakar Achmad dan Kapolresta Batam serta Dandim 0316/Batam.
Terkendalanya pembangunan ratusan unit rumah ini akibat klaim dari sekelompok oknum yang mengaku-ngaku sebagai pemilik lahan dan menuntut ganti rugi. Namun, pihak pengembang, yakni PT.Central Group telah berupaya menyelesaikan ganti rugi yang dituntut oleh sekelompok oknum tersebut dengan pembayaran ganti rugi seharga Rp250.000/meter persegi seluas 12 hektar. Sedangkan tuntutan sekelompok oknum itu atas dasar surat tidak bisa diterima PT.Central Group dan PT.MGL sebagai pemilik lahan yang sah.
Eko Nurwahyudi Bagian Humas Central Raya Group/Ist.
Bagian Humas Central Group, Eko Nurwahyudi ketika ditemui, Senin (07/2/2022) siang menjelaskan, PT.MGL dipastikan mempunyai legalitas yang sah sebagai pemilik lahan setelah melalui proses sesuai aturan perundang-undangan yang berlaku, yakni penetapan PL, faktur pembayaran hingga terbitnya UWTO hingga sertifikat diterbitkan oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN).
Lebih lanjut Eko menjelaskan, sebenarnya perusahaan pengembang tidak menginkan terjadi konflik dengan sekelompok oknum tersebut, sehingga penyelesaian secara kekeluargaaan lebih dikedepankan. Namun, tuntutan ganti rugi dari masyarakat yang tidak masuk akal itu membuat perusahaan mengajak untuk membicarakannya dengan pihak BP Batam. “Sebab untuk penentuan ganti rugi, perusahaan tidak punya wewenang. Harus melalui persetujuan pemberi lahan, yakni BP Batam. Namun, sekelompok oknum yang mengklaim pemilik lahan itu tidak bersedia diajak membicarakan ke BP Batam untuk penyelesaian ganti rugi yang mereka tuntut. Ironisnya, sekarang
Maket perumahan Central Hills yang akan dibangun PT.Central Group/Ist.
mereka terkesan menghalang-halangi kelanjutan pembangunan perumahan di Central Hills dengan cara memblokir jalan hingga memagarnya,” papar Eko.
Bahkan Eko mengatakan, masyarakat yang mengklaim sebagai pemilik lahan itu telah tiga kali memagar jalan, sehingga pihaknya sempat mencabut pagar karena bahan material terhalang ketika dibawa ke lokasi.
Lebih lanjut Eko menyatakan, pada dasarnya pihak pengembang tidak berniat berkonflik dengan sekelompok oknum itu. “Jika bisa diselesaikan secara kekeluargaan akan lebih baik,” imbuh Eko.
Bahkan Eko mengatakan lagi, pihaknya pernah menyerahkan uang sagu hati sebesar Rp25 juta kepada sekelompok oknum itu saat akan dilakukan pembangunan jalan lokasi proyek pembangunan perumahan. “Dan setiap bulan diberikan Rp1.500.000. Namun, jalan yang dibangun itu diblokir sampai tiga kali oleh sekelompok oknum tersebut dengan memagarnya,” ujar Eko.
Sebagaimana, Senin (7/2/2021) masih terlihat beberapa patok tertancap di jalan menuju proyek pembangunan Perumahan Central Hills.
Kompleks Perumahan Central Hills yang akan dibangun PT.Central Group.
Namun, Eko mengatakan, melalui pengacaranya, pengembang masih menunggu itikad baik sekelompok oknum itu. “Penyelesaian secara kekeluargaan masih kita tunggu,” ujar Eko. Namun, Eko menegaskan, pihak pengembang akan tetap melanjutkan pembangunan perumahan di atas lahan seluas 12 hektar itu sesuai aturan dan perundang-undangan yang berlaku di Negara Republik Indonesia. (RED)